Jumat, 19 April 2019

Sad Warnaning Rajaniti

Sad Warnaning Rajaniti


राजनीति - rajaniti - statesman

Sad Warnaning Rajaniti atau Sad Sasana adalah enam sifat utama dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang raja. Konsep ini ditulis Chandra Prakash Bhambhri dalam buku “Substance of Hindu Polity”. 

Sad Warnaning Rajaniti artinya enam sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, terdiri dari :

  1. Abhigamika yaitu mampu menarik perhatian yang positif dari masyarakat, bangsa dan negara.
  2. Prajna, artinya bijaksana
  3. Utsaha, artinya memiliki kreativitas yang tinggi untuk memajukan kepentingan masyarakat.
  4. Atmasampad, memiliki moral yang luhur.
  5. Sakya Samanta, artinya memiliki kemampuan mengontrol bawahan sekaligus memperbaiki hal-hal yang dipandang kurang baik.
  6. Aksudra Parisatka, artinya mampu memimpin sidang dan mengambil keputusan yang bijaksana.

Untuk mengklasifikasi dan menentukan segala keputusan hendaknya Budhi juga disebutkan harusnya bersifat sattwam, maka dari itu segala yang diputuskan akan bersifat baik dan bijaksana.

Dikatakan dalam wraspatti tattwa adalah bahwa terdapat pengendalian atas diri itu agar mencapai buddhi yg waskita juga utama.. Disebutkan bahwa itu terdiri dari empat yaitu catur aiswarya budhi.
  1. Yang mana yang pertama disebut dharma budhi yg artinya tekun dalam melakukan tapa brata yoga mantra samadhi juga japa..
  2. Yang kedua adalah jnana budhi yaitu tekun dalam mencari mempelajari juga memahami akan pengetahuan suci rohani,  
  3. Yang ketiga adalah vairaghya budhi yaitu tekun dalam melaksanakan brata atau pengekangan hawa nafsu juga indriya.
  4. Yang terakhir adalah aiswarya budhi yaitu hidup dalam keseimbangan.. 
Satwam atau Sattwa adalah perilaku manusia yang wajar, tenang, bijaksana, jujur, baik, pandai dan bersih.

Untuk dapat selalu memiliki pikiran yang baik dan kebijakan hendaklah seseorang meningkatkan nilai kesucian dari Budhi,

Sebab Budhi merupakan sumber moral yang baik. Seseorang yang selalu bertindak atas keputusan Budhi itulah orang yang bijaksana.





Selasa, 16 April 2019

Arjuna Wiwaha ꦲꦂꦗꦸꦤꦮꦶꦮꦲ

Arjuna Wiwaha ꦲꦂꦗꦸꦤꦮꦶꦮꦲ (Pernikahan Arjuna) 



Kahyangan Bathara Indra sedang berada dalam ancaman seorang raksasa yang bernama Niwatakawaca. Ia sudah siap untuk menyerang dan menghancurkan kahyangan Bathara Indra. Niwatakawaca tidak bisa dikalahkan oleh siapapun baik Dewa maupun raksasa yang lain. Oleh karenanya, Bathara Indra memutuskan untuk meminta bantuan manusia untuk menghadapi raksasa itu. Pilihan jatuh kepada Arjuna putra tengah Pandawa yang saat itu sedang bertapa di gunung Indrakila.

Namun, terlebih dulu Bethara Indra menguji ketabahan Arjuna dalam melakukan pertapanya. Tujuh orang bidadari yang kecantikannya sudah tidak bisa diragukan lagi dipanggil untuk menjalankan tugas itu. Bidadari yang terpenting dari ketujuh bidadari tersebut adalah Suprabha dan Tilottama. Ketujuh bidadari tersebut diutus untuk menggunakan segala kemampuan dan kecantikannya untuk merayu Arjuna.

Suprabha dan enam bidadari yang lain pergi ke tempat Arjuna bertapa yaitu Gunung Indrakala untuk menunaikan tugasnya. Sampailah para bidadari yang kecantikannya sungguh menabjukan itu di gua tempat Arjuna bertapa. Mereka berusaha menggoda Arjuna dengan memperlihatkan segala kecantikannya dan dengan segala akal agar Arjuna bisa tergoda. Namun, usaha mereka tak sedikitpun memberikan hasil.  Tentunya mereka sangat kecewa, dan akhirnya mereka kembali ke kahyangan dan melaporkan kepada Bathara Indra. 

Mendengar  laporan dari pada bidadari utusannya, Bathara Indra gembira, karena itu membuktikan bahwa Arjuna memang orang yang tepat dan pantas untuk dia pilih sebagai lawan Niwatakawaca. Tetapi Indra masih memiliki sedikit keraguan, dia masih bertanya-tanya apa sebenarnya tujuan Arjuna bertapa, apakah untuk memperoleh kebahagiaan dan kekuasaan untuk dirinya sendiri, sehingga ia tidak peduli degan keselamatan orang lain?


Bathara Indra kemudian turun tangan sendiri untuk hal ini, ia kemudian turun menghampiri Arjuna dan menyamar sebagai seroang resi tua yang telah pikun dan bungkuk. Resi tua jelmaan Bathara Indra memperolok-olok  dan mengunggah kesatriaan Arjuna , Arjuna kemudian menghentikan tapanya sebentar dan menyambut resi tua itu dengan penuh rasa hormat. Dalam pertemuan itu terjadi diskusi falsafi yang di dalamnya terpapar suatu uraian mengenai kekuasaan dan kenikmatan dalam makna yang sejati. Arjuna cukup memahami segala hal yang di paparkan oleh Bathara Indra, ia lalu menegaskan bahwa satu-satunya tujuan ia melakukan tapa brata adalah untuk memenuhi kewajibannya selaku seorang ksatria  serta membantu kakaknya Yudhistira untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan dunia. Mendengar jawaban dari Arjuna, Bathara merasa puas dan yakin, maka ia mengungkapkan siapa dia sebenarnya. Bathara Indra kemudian kembali ke kahyangan, sementara Arjuna melanjutkan tapa bratanya. 

Raja Raksasa mendengar apa yang terjadi di Gunung Indrakila. Ia kemudian mengutus seorang raksasa yang bernama Muka untuk membunuh Arjuna. Muka merubah wujudnya menjadi seekor babi hutan , dan mengacaukan hutan di sekitar Arjuna bertapa. Arjuna yang mendengar kegaduhan itu segera keluar dari guanya dengan membawa senjatanya. Pada saat yang sama, Bathara Siwa juga sudah mendengar bagaimana Arjuna bertapa, ia kemudian juga turun dalam wujud seorang pemburu dari suku Kirata.

Arjuna melepaskan panahnya untuk membunuh babi hutan yang membuat kerusuhan itu, dan pada waktu yang bersamaan pemburu Kirata jelmaan Siwa pun melakukan hal yang sama. Kedua anak panah mereka ternyata menjadi satu dan menewaskan babi hutan jelmaan Muka itu. Terjadilah perselisihan antara Arjuna dan pemburu dari Kirata itu, siapa yang membunuh Babi hutan itu. Terjadilah perdebatan yang sengit diantara keduanya dan akhirya mereka berkelahi. Arjuna hampir saja kalah, kemudian ia memegang kaki lawannya , namun pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan Siwa menampakkan diri.

Bathara Siwa bersemayam selaku ardhanariswara “Setengah Pria, setengah Wanita”, di atas bunga Padma. Dengan penuh rasa hormat dan tulus Arjuna memujanya dengan suatu madah pujian dan yang mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala sesuatu. Siwa kemudian memberikan hadiah kepada Arjuna panah sepucuk panah yang bernama Pasupati. Arjuna juga diberikan pengetahuan gaib bagaimana mempergunakan panah itu.

Sementara Arjuna sedang berpikir apakah ia sebaiknya kembai ke sanak saudaranya, datanglah  dua aspara (makhluk setengah dewa, setengah manusia) utusan dari kahyangan yang membawa sepucuk surat dari bathara Indra. Isi dari surat itu, meminta kesediaan Arjuna menghadap untuk membantu para Dewa untuk membunuh Niwatakawaca. Arjuna menjadi ragu-ragu karena berarti ia akan lebih lama terpisah dari keluarganya. Namun, akhirnya ia menyetujui, kemudian mereka bertiga pergi ke kahyangan Bathara Indra.

  
Sesampainya di Kahyangan, tentu saja Arjuna disambut oleh para bidadari yang tergila-gila melihat ketampanannya. Bathara Indra kemudian menceritakan keadaan di Kahyangan akibat ulah Niwatakawaca. Raksasa itu hanya bisa dikalahkan oleh seorang manusia tetapi harus mengetahui titik lemahnya terlebih dahulu.

Bidadari yang akan mendapat tugas untuk peri ke istana dan mengetahui rahasia raksasa itu adalah Suprabha. Dia sudah lama menjadi incaran raksasa itu. Arjuna mendapat tugas untuk menemani Suprabha dalam melakukan misi tersebut. Arjuna menyanggupinya dan kemudian turun ke bumi.

Akhirnya mereka sampai di istana raja raksasa tersebut, disana sedang diadakan persiapan untuk perang melawan para Dewata. Suprabha awalnya merasa ragu apakah bisa menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya, namun Arjuna memberi semangat kepadanya bhawa ia akan berhasil asal ia mempergunakan segala rayuan seperti yang ia lakukan ketika menggoda Arjuna saat bertapa.

Suprabha kemudian menuju sebuah sanggar mestika (balai Kristal murni),  di tengah-tengah halaman istana. Sementara Arjuna mengikutinya, namun ia menggunakan aji supaya ia tidak terlihat oleh orang. Beberapa dayang yang sedang bercengkarama melihat kedatangan Suprabha dan menyambutnya dengan gembira sambil menanyakan keadaan kahyangan. Beberapa dayang tersebut dulunya juga berada di istana Indra. Suprabha menceritakan bahwa ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, karena ia tahu bahwa itu akan dihancurkan; sebelum ia bersama degan segala barang rampasan ditawan, ia menyebarang ke Niwatakawaca.

Dua orang dayang menghadap raja dan membawa berita yang memang sudah dinantikannya sekian lama. Sang raja langsung menuju taman sari dan menimang dengan memangku Suprabha. Suprabha menolak segala desakan Niwatakawaca yang penuh nafsu birahi dan memohon agar sang raja menunggu sampai fajar menyingsing.

Suprabha mencoba merayu dengan memuji kesaktian raja yang tak terkalahkan itu, lalu ia bertanya, tapa seperti apa yang bisa menjadikan ia dianugerahi kesaktian yang luar biasa. Niwatakaca terbujuk oleh rayuan Suprabha, dan membeberkan rahasianya. Ia mengatakanbahwa ujung lidahnya merupakan tempat kesaktiannya.

Ketika Arjuna telah mendengar pengakuan Niwatakawaca, ia kemudian meninggalkan persembuyiannya dan menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut mendengar kegaduhan dahsyat itu, Suprabha menggunakan saat itu untuk melarikan diri bersama Arjuna.

Menyadari bahwa ia tertipu, meluaplah angkara murka sang raja, ia kemudian memerintahkan pasukannya agar segera berangkat untuk melawan para Dewa. Kahyangan diliputi rasa gembira karena Arjuna dan Suprabha bisa kembali dengan selamat terlebih Indra sudah berhasil mengetahui apa kelemahan dari Raksasa yang membuat onar di kahyangan. Para Dewa kemudian membicarakan taktik bagaimana untuk memukul mundur musuh, namun  hanya Indra dan Arjuna yang tahu senjata apa yang telah mereka miliki untuk menghancurkan lawan . Bala tentara para dewa, apsara dan gandharwa menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.

Terjadilah pertempuran sengit, Niwatakawaca terjun ke medan perang dan mengobrak-abrik barisan para dewa yang dengan rasa malu terpaksa mundur. Arjuna yang berada di belakang barisan tentara yang mundur, berusaha menarik perhatian Niwatakaca. Arjuna pura-pura hanyut oleh tentara yang lari terbirit-birit, tetapi busur telah disiapkannya.

Saat raja raksasa itu mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan penuh amarah, Arjuna menarik busurnya. Arjuna yang memang dikenal sebagai ahli dalam ilmu memanah, sasarannya tidak meleset sedikitpun. Anak panah yang dilepaskannya melesat masuk ke mulut raja raksasa itu dan menembus ujung lidahnya. Ia jatuh tersungkur dan mati.


Pasukan raksasa melarikan diri atau terbunuh, sementar para dewa yang tadinya mundur, kini kembali menjadi pemenang. Para tentara kahyangan yang tadinya mati dihidupkan lagi dengan air amrta. 

Atas jasanya, Arjuna mendapatkan penghargaan dari kahyangan. Selama tujuh hari (menurut perhitungan kahyangan, sama dengan tujuh bulan di bumi manusiaia akan bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Selain itu, setelah ia dinobatkan, disusullah pernikahannya dengan tujuh bidadari. Yang pertama ialah Suprabha, ia mendapat hak pertama, karena ia sudah menempuh perjalanan yang penuh bahaya. Kemudian yang kedua, adalah Tilottama, dan kelima bidadari yang lain. Nama bidadari yang lain yang disebutkan adalah Palupy dan Menaka,sementara tiga lainnya tidak disebutkan. Dalam Serat Mintaraga karya Sunan Paku Buwana III, bidadari yang disebut adalah Gagarmayang, Supraba, Tilottama, Warsiki dan Warsini. Sedangkan dalam dua ceita yang berjudul Mintaraga (Mayer,1924:124), disebutkan hanya lima bidadari, yaitu Supraba, Wilotama, Warsiki, Surendra dan Gagarmayang.

Hari demi hari berlalu, Arjuna mulai gelisah, ia rindu dengan saudara-saudaranya. Ia mengurung diri dalam sebuah balai di taman dan mencoba menyalurkan perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini tidak luput dari perhatian Menaka dan Tilottama. Dan yang terakhir, ia berdiri di balik pohon dan mendengar kesulitan Arjuna menggubah baris penutup bait kedua sayairnya. Tilottama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu.

Setelah genap tujuh hari (tujuh bulan di bumi), Arjuna akhirnya pamit kepada Indra, ia kemudian diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan kereta Sorgawi. 






Senin, 15 April 2019

Dadi Ati ꦢꦢꦶꦲꦠꦶ

Dadi Ati ꦢꦢꦶꦲꦠꦶ



Bowo:

Gegarane wong akrami
ꦒꦼꦒꦫꦤꦺꦮꦺꦴꦁꦲꦏꦿꦩꦶ

Dudu bondho dudu rupo
ꦢꦸꦢꦸꦧꦤ꧀ꦣꦢꦸꦢꦸꦫꦸꦥ

Hamung ati pawitane
ꦲꦩꦸꦁꦲꦠꦶꦥꦮꦶꦠꦤꦺ

Luput pisan keno pisan
ꦭꦸꦥꦸꦠ꧀ꦥꦶꦱꦤ꧀ꦏꦼꦤꦥꦶꦱꦤ꧀

Yen gampang luwih gampang
ꦪꦺꦤ꧀ꦒꦩ꧀ꦥꦁꦭꦸꦮꦶꦃꦒꦩ꧀ꦥꦁ

Yen angel angel kelangkung
ꦪꦺꦤ꧀ꦲꦔꦺꦭ꧀ꦏꦼꦭꦁꦏꦸꦁ

Tan keno tinumbas arto
ꦠꦤ꧀ꦏꦼꦤꦠꦶꦤꦸꦩ꧀ꦧꦱ꧀ꦲꦂꦠꦺꦴ



I Wayan Turun (1935 – 1986, Tebesaya, Peliatan)
Arjuna Wiwaha (1974)
Acrylic on canvas, 69×92 cm

Kini Arjuna menerima penghargaan bagi bantuannya. Selama tujuh hari (menurut perhitungan di sorga, dan ini sama lama dengan tujuh bulan di bumi manusia) ia akan menikmati buah hasil dari kelakuannya yang penuh kejantanan itu: ia akan bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Setelah ia dinobatkan, menyusullah upacara pernikahan sampai tujuh kali dengan ketujuh bidadari. Satu per satu, dengan diantar oleh Menaka, mereka memasuki ruang mempelai. Yang pertama datang ialah Suprabha, sesudah perjalanan mereka yang penuh bahaya, dialah yang mempunyai hak pertama. Kemudian Tilottama lalu ke lima yang lain, satu per satu; nama mereka tidak disebut.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kakawin_Arjunawiwāha

Langgam:

Nggoleki sing koyo ngopo,
ꦲꦁꦒꦺꦴꦭꦺꦏ꧀ꦏꦶꦱꦶꦁꦏꦪꦔꦥ

Wong nyatane kalakon saprene
ꦮꦺꦴꦁꦚꦠꦤꦺꦏꦭꦏꦺꦴꦤ꧀ꦱꦥꦿꦺꦤꦺ

Angger-angger gendro,
ꦲꦁꦒꦼꦂꦲꦁꦒꦼꦂꦒꦼꦤ꧀ꦢꦿ

Wekasane malah mbangun tresno
ꦮꦼꦏꦱꦤ꧀ꦤꦺꦩꦭꦃꦲꦩ꧀ꦧꦔꦸꦤ꧀ꦠꦿꦼꦤ

Dudu bondho dudu rupo,
ꦢꦸꦢꦸꦧꦤ꧀ꦣꦢꦸꦢꦸꦫꦸꦥ

Mung atine dadi tetaline
ꦩꦸꦁꦲꦠꦶꦤꦺꦢꦢꦶꦠꦼꦠꦭꦶꦤꦺ

Guyub rukun kadyo,
ꦒꦸꦪꦸꦧ꧀ꦫꦸꦏꦸꦤ꧀ꦏꦢꦾ

Pepindhane mimi lan mintuno
ꦥꦼꦥꦶꦤ꧀ꦣꦤꦺꦩꦶꦩꦶꦭꦤ꧀ꦩꦶꦤ꧀ꦠꦸꦤ

Wus jamak lumrahe,
ꦮꦸꦱ꧀ꦗꦩꦏ꧀ꦭꦸꦩꦿꦃꦲꦺ

Yen wong urip coba lan godhane gedhe
ꦪꦺꦤ꧀ꦮꦺꦴꦁꦲꦸꦫꦶꦥ꧀ꦕꦺꦴꦧꦭꦤ꧀ꦒꦺꦴꦣꦤꦺꦒꦼꦣꦺ

Supradene, Ora nganti ndadak dadi gawe
ꦱꦸꦥꦿꦢꦺꦤꦺ ꦲꦺꦴꦫꦔꦤ꧀ꦠꦶꦲꦤ꧀ꦢꦢꦏ꧀ꦢꦢꦶꦒꦮꦺ

Rino wengi dadi ati,
ꦫꦶꦤꦮꦼꦔꦶꦢꦢꦶꦲꦠꦶ

Wong prasojo luhur bebudhine
ꦮꦺꦴꦁꦥꦿꦱꦗꦭꦸꦲꦸꦂꦧꦼꦧꦸꦣꦶꦤꦺ

Sabar tur gemati,
ꦱꦧꦂꦠꦸꦂꦒꦼꦩꦠꦶ

Momong putro alus bebudhine
ꦩꦺꦴꦩꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦿꦲꦭꦸꦱ꧀ꦧꦼꦧꦸꦣꦶꦤꦺ


Nggoleki sing koyo ngopo,
ꦲꦁꦒꦺꦴꦭꦺꦏ꧀ꦏꦶꦱꦶꦁꦏꦪꦔꦥ

Wong nyatane kalakon saprene
ꦮꦺꦴꦁꦚꦠꦤꦺꦏꦭꦏꦺꦴꦤ꧀ꦱꦥꦿꦺꦤꦺ

Angger-angger gendro,
ꦲꦁꦒꦼꦂꦲꦁꦒꦼꦂꦒꦼꦤ꧀ꦢꦿ

Wekasane malah mbangun tresno
ꦮꦼꦏꦱꦤ꧀ꦤꦺꦩꦭꦃꦲꦩ꧀ꦧꦔꦸꦤ꧀ꦠꦿꦼꦤ

Dudu bondho dudu rupo,
ꦢꦸꦢꦸꦧꦤ꧀ꦣꦢꦸꦢꦸꦫꦸꦥ

Mung atine dadi tetaline
ꦩꦸꦁꦲꦠꦶꦤꦺꦢꦢꦶꦠꦼꦠꦭꦶꦤꦺ

Guyub rukun kadyo,
ꦒꦸꦪꦸꦧ꧀ꦫꦸꦏꦸꦤ꧀ꦏꦢꦾ

Pepindhane mimi lan mintuno
ꦥꦼꦥꦶꦤ꧀ꦣꦤꦺꦩꦶꦩꦶꦭꦤ꧀ꦩꦶꦤ꧀ꦠꦸꦤ

Wus jamak lumrahe,
ꦮꦸꦱ꧀ꦗꦩꦏ꧀ꦭꦸꦩꦿꦃꦲꦺ

Yen wong urip coba lan godhane gedhe
ꦪꦺꦤ꧀ꦮꦺꦴꦁꦲꦸꦫꦶꦥ꧀ꦕꦺꦴꦧꦭꦤ꧀ꦒꦺꦴꦣꦤꦺꦒꦼꦣꦺ

Supradene, Ora nganti ndadak dadi gawe
ꦱꦸꦥꦿꦢꦺꦤꦺ ꦲꦺꦴꦫꦔꦤ꧀ꦠꦶꦲꦤ꧀ꦢꦢꦏ꧀ꦢꦢꦶꦒꦮꦺ

Rino wengi dadi ati,
ꦫꦶꦤꦮꦼꦔꦶꦢꦢꦶꦲꦠꦶ

Wong prasojo luhur bebudhine
ꦮꦺꦴꦁꦥꦿꦱꦗꦭꦸꦲꦸꦂꦧꦼꦧꦸꦣꦶꦤꦺ

Sabar tur gemati,
ꦱꦧꦂꦠꦸꦂꦒꦼꦩꦠꦶ

Momong putro alus bebudhine
ꦩꦺꦴꦩꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦿꦲꦭꦸꦱ꧀ꦧꦼꦧꦸꦣꦶꦤꦺ


https://youtu.be/hSeh_CCkdOc



Minggu, 14 April 2019

Lewung ꦭꦺꦮꦸꦁ

Lewung ꦭꦺꦮꦸꦁ



dadi lewung atiku
ꦢꦢꦶꦭꦺꦮꦸꦁꦲꦠꦶꦏꦸ

nalikane sepisan ketemu
ꦤꦭꦶꦏꦤꦺꦱꦼꦥꦶꦱꦤ꧀ꦏꦼꦠꦼꦩꦸ

wong bagus dadi laku
ꦮꦺꦴꦁꦧꦒꦸꦱ꧀ꦢꦢꦶꦭꦏꦸ

nggodho ati rinten siang dalu
ꦲꦁꦒꦺꦴꦣꦺꦴꦲꦠꦶꦫꦶꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦢꦭꦸ


kinurban jiwo rogo
ꦏꦶꦤꦸꦂꦧꦤ꧀ꦗꦶꦮꦫꦒ

ngundang roso tumetesing kalbu
ꦲꦁꦔꦸꦤ꧀ꦢꦁꦫꦱꦠꦸꦩꦺꦠꦺꦱ꧀ꦱꦶꦁꦏꦭ꧀ꦧꦸ

lir nguyahi segoro
ꦭꦶꦂꦔꦸꦪꦃꦲꦶꦱꦼꦒꦫ

datan biso ngluluhke atimu
ꦢꦠ꧀ꦧꦶꦱꦲꦁꦁꦁꦔ꧀ꦭꦸꦭꦸꦃꦏꦺꦲꦠꦶꦩꦸ


suwe nggonku ngenteni
ꦱꦸꦮꦺꦲꦁꦒꦺꦴꦤ꧀ꦏꦸꦲꦁꦔꦼꦤ꧀ꦠꦺꦤ꧀ꦤꦶ

liwung ing ati gak entuk jampi
ꦭꦶꦮꦸꦁꦲꦶꦁꦲꦠꦶ

dadyo ati sawiji
ꦢꦢꦾꦲꦠꦶꦱꦮꦶꦗꦶ

nadyan abot tak lakoni
ꦤꦢꦾꦤ꧀ꦲꦧꦺꦴꦠ꧀ꦠꦏ꧀ꦭꦏꦺꦴꦤ꧀ꦤꦶ


sabdo pandhito ratu
ꦱꦧ꧀ꦢꦥꦤ꧀ꦣꦶꦠꦫꦠꦸ

mring sliramu dadyo sisihanku
ꦩꦿꦶꦁꦱ꧀ꦭꦶꦫꦩꦸꦢꦢꦾꦱꦶꦱꦶꦃꦲꦤ꧀ꦏꦸ

mugi Gusti nglilani
ꦩꦸꦒꦶꦓꦸꦱ꧀ꦠꦶꦲꦁꦔ꧀ꦭꦶꦭꦤꦶ

tresnaku bakal ginowo mati
ꦠꦿꦺꦤꦏꦸꦧꦏꦭ꧀ꦒꦶꦤꦮꦩꦠꦶ


dadi lewung atiku
ꦢꦢꦶꦭꦺꦮꦸꦁꦲꦠꦶꦏꦸ

nalikane sepisan ketemu
ꦤꦭꦶꦏꦤꦺꦱꦼꦥꦶꦱꦤ꧀ꦏꦼꦠꦼꦩꦸ

wong bagus dadi laku
ꦮꦺꦴꦁꦧꦒꦸꦱ꧀ꦢꦢꦶꦭꦏꦸ

nggodho ati rinten siang dalu
ꦲꦁꦒꦺꦴꦣꦺꦴꦲꦠꦶꦫꦶꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦢꦭꦸ


kinurban jiwo rogo
ꦏꦶꦤꦸꦂꦧꦤ꧀ꦗꦶꦮꦫꦒ

ngundang roso tumetesing kalbu
ꦲꦁꦔꦸꦤ꧀ꦢꦁꦫꦱꦠꦸꦩꦺꦠꦺꦱ꧀ꦱꦶꦁꦏꦭ꧀ꦧꦸ

lir nguyahi segoro
ꦭꦶꦂꦔꦸꦪꦃꦲꦶꦱꦼꦒꦫ

datan biso ngluluhke atimu
ꦢꦠ꧀ꦧꦶꦱꦲꦁꦁꦁꦔ꧀ꦭꦸꦭꦸꦃꦏꦺꦲꦠꦶꦩꦸ



suwe nggonku ngenteni
ꦱꦸꦮꦺꦲꦁꦒꦺꦴꦤ꧀ꦏꦸꦲꦁꦔꦼꦤ꧀ꦠꦺꦤ꧀ꦤꦶ

liwung ing ati gak entuk jampi
ꦭꦶꦮꦸꦁꦲꦶꦁꦲꦠꦶ

dadyo ati sawiji
ꦢꦢꦾꦲꦠꦶꦱꦮꦶꦗꦶ

nadyan abot tak lakoni
ꦤꦢꦾꦤ꧀ꦲꦧꦺꦴꦠ꧀ꦠꦏ꧀ꦭꦏꦺꦴꦤ꧀ꦤꦶ


sabdo pandhito ratu
ꦱꦧ꧀ꦢꦥꦤ꧀ꦣꦶꦠꦫꦠꦸ

mring sliramu dadyo sisihanku
ꦩꦿꦶꦁꦱ꧀ꦭꦶꦫꦩꦸꦢꦢꦾꦱꦶꦱꦶꦃꦲꦤ꧀ꦏꦸ

mugi Gusti nglilani
ꦩꦸꦒꦶꦓꦸꦱ꧀ꦠꦶꦲꦁꦔ꧀ꦭꦶꦭꦤꦶ

tresnaku bakal ginowo mati
ꦠꦿꦺꦤꦏꦸꦧꦏꦭ꧀ꦒꦶꦤꦮꦩꦠꦶ

https://youtu.be/DTtEhkX3H3A


ꦭꦺꦮꦸꦁ (lewung) = ꦭꦶꦮꦸꦁ (liwung) = bingung


Kijing Miring ꦏꦶꦗꦶꦁꦩꦶꦫꦶꦁ

Kijing Miring ꦏꦶꦗꦶꦁꦩꦶꦫꦶꦁ



Ayo mas ayo mas iki iki piye
Ayo mas kijing miring
Mangan graji entek limo
Sholat ngaji cedhak agomo


Ayo mas ayo mas kijing kijing miring
Ayo mas kijing miring
Truk gandeng nggo momot tebu
Yen ra dijembeng ora biso mlebu

Ayo mas ayo mas piye piye piye
Ayo mas ayo mas iki piye
Tuku arit menyang ngawi
Yen ra dijepit kok ora muni

Ayo mas ayo mas kijing kijing miring
Ayo mas kok penak miring
Tanjung perak akeh pedhute
Kroso penak mas wegah ndudute

Ayo mas ayo mas kijing kijing miring
Ayo mas kijing miring
Tuku ciu sak botole
MC-ne turu ketok gondalan

Ayo mas ayo mas kijing kijing miring
Ayo mas kijing miring
Ono semut mlakune mbrangkang
Nduwur diemut ngisor digrayang

Ayo mas ayo mas kijing kijing miring
Ayo mas kijing miring
Tali kolor diwadahi botol
MC-ne slonjor kegeden kentol

Ayo mas ayo mas kijing kijing miring
Ayo mas kijing miring
Jam papat punjul limo
Wonten lepat nyuwun pangapuro

https://youtu.be/cTNK90a3Gbw







Ngujiwat ꦔꦸꦗꦶꦮꦠ꧀

Ngujiwat ꦔꦸꦗꦶꦮꦠ꧀



Bowo:


Dhuh nimas mustikaning wang
ꦣꦸꦃꦤꦆꦩꦱ꧀ꦩꦸꦱ꧀ꦠꦶꦏꦤꦶꦁꦮꦁ

Kang ngujiwat
ꦏꦁꦔꦸꦗꦶꦮꦠ꧀

Maweh reseping ati
ꦩꦮꦺꦃꦉꦱꦼꦥ꧀ꦥꦶꦁꦲꦠꦶ

Tetulunga raganingsun
ꦠꦼꦠꦸꦭꦸꦁꦔꦫꦒꦤꦶꦁꦱꦸꦤ꧀

Kang kataman asmara
ꦏꦁꦏꦠꦩꦤ꧀ꦲꦱ꧀ꦩꦫ

Esem-ira nyirnakke lungkrah lan lesu
ꦲꦺꦱꦼꦩ꧀ꦩꦶꦫꦚꦶꦂꦤꦏ꧀ꦏꦺꦭꦸꦁꦏꦿꦃꦭꦤ꧀ꦭꦼꦱꦸ

Nyirnakke rasa kang samar
ꦚꦶꦂꦤꦏ꧀ꦏꦺꦫꦱꦏꦁꦱꦩꦂ

Tresnaku sundhul wiyati
ꦠꦿꦼꦤꦏꦸꦱꦸꦤ꧀ꦣꦸꦭ꧀ꦮꦶꦪꦠꦶ




Langgam:


Lam-lami ngujiwate
ꦭꦩ꧀ꦭꦩ꧀ꦩꦺꦔꦸꦗꦶꦮꦠ꧀ꦠꦺ

Yen anggeget lathi anjinjit alise
ꦪꦺꦤ꧀ꦲꦁꦒꦼꦒꦼꦠ꧀ꦭꦛꦶꦲꦤ꧀ꦗꦶꦤ꧀ꦗꦶꦠ꧀ꦲꦭꦶꦱ꧀ꦱꦺ

Sak solah bawane
ꦱꦏ꧀ꦱꦺꦴꦭꦃꦧꦮꦤꦺ

Lencir kuning nengsem-ake
ꦭꦼꦤ꧀ꦕꦶꦂꦏꦸꦤꦶꦁꦤꦼꦁꦱꦼꦩ꧀ꦩꦏꦺ


Sinawang yen ngujiwat
ꦱꦶꦤꦮꦁꦪꦺꦤ꧀ꦔꦸꦗꦶꦮꦠ꧀

Pamikir tan kuwat kaya arep nekat
ꦥꦩꦶꦏꦶꦂꦠꦤ꧀ꦏꦸꦮꦠ꧀ꦏꦪꦲꦉꦥ꧀ꦤꦺꦏꦠ꧀

Suwe-suwe tamat
ꦱꦸꦮꦺꦱꦸꦮꦺꦠꦩꦠ꧀

Prasasat anggayuh jimat
ꦥꦿꦱꦱꦠ꧀ꦲꦁꦒꦪꦸꦃꦗꦶꦩꦠ꧀


Ing tengah wengi,
ꦲꦶꦁꦠꦼꦔꦃꦮꦼꦔꦶ

Prasapaku kaya wus sumanding
ꦥꦿꦱꦥꦏꦸꦏꦪꦮꦸꦱ꧀ꦱꦸꦩꦤ꧀ꦢꦶꦁ

Hadhuh wong kuning,
ꦲꦣꦸꦃꦮꦺꦴꦁꦏꦸꦤꦶꦁ

Liring netra kang wening
ꦭꦶꦫꦶꦁꦤꦺꦠꦿꦏꦁꦮꦼꦤꦶꦁ

Hamung tansah tak lalekne,
ꦲꦩꦸꦁꦠꦤ꧀ꦱꦃꦠꦏ꧀ꦭꦭꦺꦏ꧀ꦤꦺ


Nanging trus eling
ꦤꦔꦶꦁꦠꦿꦸꦱ꧀ꦲꦺꦭꦶꦁ


Wekasan pepuntonku,
ꦮꦼꦏꦱ꧀ꦱꦤ꧀ꦥꦼꦥꦸꦤ꧀ꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦸ

Umpamane sekar aja nganti layu
ꦲꦸꦩ꧀ꦥꦩꦤꦺꦱꦼꦏꦂꦲꦗꦔꦤ꧀ꦠꦶꦭꦪꦸ

Kanggo cecundhukku,
ꦏꦁꦒꦺꦴꦕꦼꦕꦸꦤ꧀ꦣꦸꦏ꧀ꦏꦸ

Adhuh nimas mustikaku.
ꦲꦣꦸꦃꦤꦶꦩꦱ꧀ꦩꦸꦱ꧀ꦠꦶꦏꦏꦸ


https://youtu.be/M9VKWT2tbVc




ngujiwat = ꦔꦸꦗꦶꦮꦠ꧀ = menarik hati, menawan hati, memikat hati

lêncir = ꦭꦼꦤ꧀ꦕꦶꦂ = tinggi semampai








Aksara Jawa ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ


Aksara Jawa  ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ


Aksara Wyanjana (Konsonan)
Transkripsi
ha
na
ca
ra
ka
da
ta
sa
wa
la
Nglegéna
Murda
Mahaprana


Aksara Wyanjana (Konsonan)
Transkripsi
pa
dha
ja
ya
nya
ma
ga
ba
tha
nga
Nglegéna
Murda
Mahaprana







ꦘ : Awalnya jnya,ꦗ꧀ꦚ namun pada perkembangannya menjadi huruf mandiri.


Aksara Tambahan
Ganten
Ka sasak
Ra agung
Nga lelet
Nga lelet Raswadi
Pa cerek


Aksara Rekan
kha
dza
fa
va
za
gha
ꦏ꦳
ꦢ꦳
ꦥ꦳
ꦮ꦳
ꦗ꦳
ꦒ꦳


Aksara Suara
 
a
i
u
é
o
Pendek
ꦲꦶ
ꦲꦸ
ꦲꦺ
ꦲꦺꦴ


Aksara Suara
 
a
i
u
é
o
Pendek
Panjang
ꦄꦴ
ꦈꦴ
ꦎꦴ


Pasangan Wyanjana
Transkripsi
ha
na
ca
ra
ka
da
ta
sa
wa
la
Nglegéna
꧀ꦲ

꧀ꦤ

꧀ꦕ

꧀ꦫ

꧀ꦏ

꧀ꦢ

꧀ꦠ

꧀ꦱ

꧀ꦮ

꧀ꦭ

Murda
꧀ꦟ

꧀ꦖ

꧀ꦑ

꧀ꦣ

꧀ꦡ

꧀ꦯ

Mahaprana
꧀ꦰ



Pasangan Wyanjana
Transkripsi
pa
dha
ja
ya
nya
ma
ga
ba
tha
nga
Nglegéna
꧀ꦥ
꧀ꦝ
꧀ꦗ
꧀ꦪ
꧀ꦚ

꧀ꦩ
꧀ꦒ
꧀ꦧ
꧀ꦛ
꧀ꦔ
Murda
꧀ꦦ
꧀ꦘ

꧀ꦓ
꧀ꦨ
Mahaprana
꧀ꦞ

꧀ꦙ

꧀ꦜ


Pasangan Wyanjana
Tambahan
Ganten
Ka sasak
Ra agung
Nga lelet
Nga lelet Raswadi
Pa cerek
꧀ꦊ
꧀ꦋ
꧀ꦉ
꧀ꦐ
꧀ꦬ


Sandhangan swara
 
a
i
u
e
é
o
eu
Pendek


wulu

suku

pepet

taling
ꦺꦴ

taling tarung


tolong
Panjang

tarung


wulu melik

suku mendhut
ꦼꦴ

pepet-tarung

dirga mure
ꦻꦴ

dirga mure tarung
ꦼꦴ
dirga mutak


Sandhangan Sesigeg
-m
-ng
-h
-r
panyangga
cecak/
umatyaka

wignyan
layar
Panyangga umumnya hanya digunakan untuk simbol suci Hindu ꦎꦴꦀ  Om


Sandhangan Wyanjana
-ra-
-re-
-ya-
ꦿ

cakra

keret

pengkal

Pangkon




Angka
Angka Arab
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
Angka Jawa
Nama (jawa)
ꦱꦶꦗꦶ
ꦭꦺꦴꦫꦺꦴ
ꦠꦼꦭꦸ
ꦥꦥꦠ꧀
ꦭꦶꦩ
ꦤꦼꦩ꧀
ꦥꦶꦠꦸ
ꦮꦺꦴꦭꦸ
ꦱꦔ
ꦤꦺꦴꦭ꧀
Nama (latin)
siji
loro
telu
papat
lima
nem
pitu
wolu
sanga
nol


Tanda baca umum
Simbol
Nama
Fungsi
Pada adeg
Tanda kurung atau  petik
Pada adeg-adeg
Mengawali suatu paragraf
Pada piseleh
Berfungsi seperti halnya pada adeg
Pada piseleh terbalik
Berfungsi seperti halnya pada adeg
Pada lingsa
Koma atau tanda singkatan
Pada lungsi
Titik
Pada pangkat
Tanda angka atau  titik dua
Pada rangkep
Tanda penggandaan kata

Tanda baca khusus 
Simbol
Nama
Fungsi




Rerengan kiwa lan tengen
Mengapit judul


Pada luhur
Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi


Pada madya
Mengawali sebuah surat untuk orang yang sebaya atau berderajat sama


Pada andhap
Mengawali sebuah surat untuk orang yang lebih muda atau berderajat lebih rendah

Tanda baca khusus (kombinasi)
꧋​꧆꧋

Pada guru
Mengawali sebuah surat tanpa membedakan umur atau derajat
​꧉꧆꧉
Pada pancak
Mengakhiri suatu surat
꧅ꦧ꧀ꦕ꧅ 
atau
 ​꧅ꦧ꧀ꦖ꧅

Purwapada
Mengawali sebuah tembang atau puisi
​꧄ꦟ꧀ꦢꦿ꧄

Madyapada
Menandakan bait baru
꧃ꦆ꧃

Wasanapada
Mengakhiri tembang atau puisi.